“Tuhan kita sama, kita yang berbeda – Soe Hok Gie”
Kalimat sederhana yang mampu mewakili cinta kita. Mengucap
nama Tuhan dengan sebutan Allah tetapi dengan keyakinan yang berbeda. Kita
sama-sama memegang teguh agama Islam, hanya saja aku mengikuti organisasi NU
sedangkan kamu mengikuti organisasi Muhammadiyah. Saudara tapi tak sama bukan? Tetapi
bukankan kita mengucap nama Tuhan dengan panggilan yang sama, lantas kenapa
kita masih tak boleh menyatu? Apa yang salah dengan keyakinan kita? Dengan
cinta suci yang kita pupuk bersama sayang.
Cinta mengenal perbedaan, tanpa perbedaan cinta barangkali
tak akan disebut dengan cinta. Perbedaan, rasa sakit, kegalauan adalah bagian
dari cinta. Penyempurna dari semua kenikmatan yang orang sebut dengan cinta.
Ah, apakah cinta juga yang telah membuat mereka percaya bahwa dirinya hanyalah
satu-satunya orang yang benar di atas ribuan bahkan jutaan perbedaan yang ada?
Keegoisan terpancar dari diri masing-masing. Seperti sebilah pisau yang siap
menancap pada jantung mereka yang tak berdosa.
Kita tak memaksa, kita juga tidak mengaduh. Hanya saja
keikhlasan yang telah menyatukan kehendak hati kita yang berbeda. Kita tidak saling mengorbankan sesuatu bukan
sayang? Kita hanya menunggu, menunggu batas kebosanan kita. Menunggu batas kesabaran hati kita. Hingga semua hancur,
hingga semua menjadi kepingan hati yang tak utuh. Sesulit inikah jalan hidup
kita? Apakah kita diperuntukkan untuk menderita sebelum akhirnya mendekap dalam
kebahagiaan? Tak akan ada lagi cumbu rindu yang ditunda. Tak akan ada lagi
kepahitan yang dirasa. Tapi semua tak semudah apa yang diucap. Realisasi yang
begitu berat. Dicinta dan mencinta, dalam perbedaan yang absurd. Inikah jalan
hidup yang harus kita lalui sayang?
Cinta kita sama, cinta kita tak mengenal arti perbedaan.
Hanya mereka yang tak mampu mengartikan rasa rindu yang selalu meluap-luap
didada inilah yang seakan-akan menancapkan luka dihati kita. Salahkah kita
sayang? Salahkah jika kita saling mengucap janji untuk saling bersama? Kita
hanya dua onggok manusia yang mengerti akan kebersamaan melalui perbedaan.
Bulir-bulir bening selalu tak sengaja singgah dalam kelopak mataku, juga mata
beningmu. Seperti rutinitas harian yang tak kunjung usai. Rasanya aku dan kamu
tak akan menjadi KITA. Rasanya perih untuk dirasa.
Bolehkah aku berharap sayang? Bolehkah setiap sujudku namamu
ku bawa dalam percakapan panjangku dengan Tuhan? Akupun tak apa-apa jika kau
berdoa atas namaku juga sayang. Karena kita hanya bisa bertemu dalam
lengan-lengan kecil kita, dalam darah yang selalu mengalir lancar dalam tubuh
kita. Bukankah alur cerita kita terasa mengharukan untuk diceritakan? Tapi aku
bangga sayang, dengan keteguhan hati kita untuk melawan semua ego yang meradang.
Ego masayarakat yang tak kunjung usai.
Nyatanya, kita mampu melalui semuanya sayang. Kita mampu
membuat orang-orang percaya bahwa kita bisa. Sekarang semua orang tahu bahwa
kita adalah sepasang kekasih yang mampu bersama dalam perbedaan. Bukankah kita
layak untuk berbangga diri sayang? Percayalah, kita akan mampu menghadapi
tantangan yang lebih berat kedepannya. Ini hanya sebagai permulaan untuk lebih
memantapkan hati kita sayang. Lihat, semua orang menyerukan tentang cerita
cinta kita. Semua orang iri tentang keberhasilan kita untuk melewati perbedaan
yang ada, melewati segala rintangan yang menantang. Terlihat romantis bukan
sayang? Ayo, ceritakan pada mereka bagaimana perjuangan kita. Mereka tak boleh
hanya mengetahui akhir ceritanya, mereka juga harus mengetahui epilog serta
isinya. Atau bagaimana jika kita hanya beritahu mereka sinopsisnya? Aku ingin
rasa penasaran menjalar dalam otak mereka.
Sayang, aku bahagia memiliki kamu yang penuh perbedaan
denganku. Aku bahagia bertemu denganmu sehingga kita bisa bersama melewati
misteri yang tak senada. Sayang, aku mencintaimu dengan segala perbedaan yang
ada.
Kelas
PMR,
20
September 2012, 15:01
With
love,
Rizkiayu:)
0 komentar:
Posting Komentar